Senin, 18 Januari 2010

Program 100 Hari, Gejolak Ekonomi Setelah 50 hari Berjalan (2)

> Rendahnya suku bunga acuan para Investor Kelas Kakap yakni
> The Federal Reserve (The Fed) yang hanya sebesar nol hingga
> 0,25% memicu investor asing untuk melepas dolar dan
> mengalihkan investasinya ke obligasi Indonesia.
> Sehingga terjadi peningkatan kepemilikan asing dalam Surat
> Utang Negara (SUN). Menyorot Satu segi Investasi di SUN
> (Surat Utang Negara) Pada Oktober 2009, pembelian Surat
> Utang Negara (SUN) oleh investor asing naik 300% dari Rp 2,1
> triliun di September 2009 menjadi Rp 8,4 triliun di Oktober
> 2009.
> Dengan demikian secara keseluruhan, posisi asing di SBN
> pada Oktober 2009 tercatat sebesar Rp100,9 triliun. mengapa
> hal ini terjadi karena kebijakan moneter di Indoenesia
> adalah yang paling liberal sedunia. Tentu saja kondisi ini
> bisa mengakibatkan rentanya pondasi eknonomi nasional yang
> dampak kongkritnya sama dengan Pemiskinan
> Adakah Dampak ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)?
> Indonesia menegaskan tetap ikut memenuhi komitmen terlibat
> dalam Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dan China mulai 1
> Januari 2010 meski masih ada tekanan terhadap beberapa
> sektor industri. Indonesia akan melayangkan surat resmi
> kepada China untuk menyampaikan bahwa ada beberapa subsektor
> usaha yang terkena dampak negatif oleh perjanjian
> perdagangan bebas (FTA) itu.
> Dengan Tanpa Menegasikan Bidang –Bidang lainya saya
> hendak menyoroti 2 Bidang saja, yakni:
> Bidang Keuangan dan Pajak
> Berdasarkan Laporan Kompas 17 Des 2009, Negara Tiap tahun
> rata-rata berpontensi Kehilangan Pemasukan sebesar 15
> Trillyun Rupiah. Akibat penurunan bea masuk barang import
> antara 5 % - 0%, bayangkan jika ini terus berlangsung tiap
> tahun maka. Struktur Moneter dan Fiskal Indonesia yang
> memang rapuh, akan menjadi hancur berantakan dan jelas
> mengakibatkan efek domino dalam dinamika ekonomi riill
> Di Bidang Industri dan Perburuhan
> Ada sekitar 2.500 subsektor industri yang diikutsertakan
> dalam FTA ASEAN- China tentu saja ini menjadi ancaman serius
> 10 Industri Manufaktur Dalam Negeri Sepuluh produk Industri
> yang terancam itu adalah tekstil, baja, makanan dan minuman,
> produk peternakan, petrokimia, alat-alat pertanian, alas
> kaki, sintetik fiber, elektronik kabel dan peralatan
> listrik, industri permesinan, jasa enginering serta besi dan
> baja.
> Sehingga kedepan DEINDUSTRIALISASI dan Penghancuran Tenaga
> Produktif NASIONAL semakin tidak terbendung lagi, dan satu
> lagi yang pasti defisit perdagangan yang semakin lebar .
> Pada periode 2004-2008, jelasnya, neraca perdagangan tumbuh
> negatif dengan rata pertumbuhan -17,96% di mana sektor
> manufaktur berkontribusi paling besar terhadap defisit
> tersebut dengan pertumbuhan -11,69%.
> Maka kedepan Jika Impian dalam Road Map itu membangun
> Industri nasional yang kuat dan tangguh itu hanya OMONG
> KOSONG PENGUASA di INDONESIA. Yang terjadi adalah semakin
> meneguhkan bahwa Indonesia adalah Negara NET IMPORTIR yang
> POTENSIAL dalam Posisi ACFTA. Secara Otomatis Pula yang
> paling terpukul sebagai Akibat kongkrit ACFTA tidak lain
> kaum buruh yang antri dalam daftar PHK massal. Sebuah Resmi
> menyatakan Ada sekitar 90 Juta Jiwa Rakyat Indonesia hidup
> dengan kondisi di bawah garis kemiskinan. Tentu saja jumlah
> ini akan terus bertambah besar. Jika, TATA PERDAGANGAN tetap
> tunduk dalam skema LIBERALISASI.
> Perlu dicatat Sekedar Memperjelas Peta Penguasaan
> Perdagangan dan Ekonomi Dunia di Sektor energi, Perbankan,
> Infrastruktur, Komunikasi telah dikuasai Oleh Perusahaan –
> perusahaan Raksasa dari China, antara lain PetroChina,
> Ind&Comm Bank Of China, China Mobile, China Contructions
> Bank dan HSBC (The Economist, Edisi 1 Agustus 2009, hal:
> 78). Ini artinya sama dengan bangkit-nya ekonomi China dalam
> Arus globalisasi, yang ditopang dengan struktur dan kekuatan
> modalnya siap melibas siapapun, khususnya Rakyat Jelata.

>>>> ----------end---------->>>>>

Tidak ada komentar: