Rabu, 25 November 2009

Wacana ( lanjutan )

> Hasilnya, skenario pertunjukan disusun dengan memainkan
para penguasa negara yang dipercaya mengelola bangsa
ini  untuk  memerankan konsep kekuasaan secara
adigang, adigung, adiguna.  Sebuah dogma yang mengharuskan mereka memiliki sifat menyombongkan diri akan
kekuatan, kekuasaan dan kepandaian yang dimilikinya. Dengan
demikian, saat para pejabat publik, penegak hukum, dan wakil
rakyat menjalankan tugas atas nama jabatannya, mereka harus
mengedepankan sikap arogan.  Sebuah sikap yang
menganggap mereka  paling baik dan selalu benar semacam
itu, menjadi penting demi menjaga kewibawaannya sebagai
pejabat publik, penegak hukum dan wakil rakyat.
> Ketika sikap hidup adigang, adigung, adiguna para pejabat
publik, penegak hukum dan wakil rakyat lebih ditonjolkan,
maka tidak pernah ada jalan tengah untuk mengakhiri konflik
egoisme prinsip yang tidak berprinsip. Akhirnya rakyat
mengalami kebingungan sosial dan gegar budaya karena merasa
tidak terjamin kesejahteraan hidupnya di negara Indonesia.
> Pertanyaannya kemudian, bagaimana bangsa dan negara ini
akan dikelola dengan baik  agar segera keluar dari
keterpurukannya,  jika  pengelola negara yang
terdiri  para pejabat publik, penegak hukum dan wakil
rakyat tidak menunjukkan integritasnya secara positif dan
proaktif sebagai pelayan masyarakat.
> Berdasarkan pertunjukkan opera sabun yang memuakkan
masyarakat luas, sudah saatnya para pemimpin bangsa, pejabat
publik, penegak hukum, anggota dewan, dan kaum cerdik pandai
memunculkan semangat  renaisan.
> Sebuah semangat yang diejawantahkan dalam bentuk gerakan
moral konkret yang terencana dan terpuji. Semangat renaisan
diyakini mampu memberdayakan rakyat secara moril dan
materiil. Dengan semangat semacam itu, sudah masanya rakyat
harus  dihormati dan dihargai  harkat 
martabat kemanusiaannya. Dengan saling
menghormati secara horizontal antar sesama manusia, dan
antara pemerintah dengan rakyatnya, maka keberagaman itu
menjadi  mozaik yang sangat dinamis, indah dan syahdu
di kalbu. Dengan saling menghormati secara horizontal antara
pemerintah dengan rakyatnya, maka hak dan kewajiban
masing-masing  akan membuahkan hasil propsional yang
menyejahterakan kedua belah pihak.
> Lewat ajakan dan lelaku saling menghormati serta menerima
apa adanya kebhinekaan gejolak hasrat manusia, akan
menunjukkan kualitas kemanusiaan dari manusia itu
sendiri.  Artinya,  ketika kualitas kemanusiaan
manusia dari waktu ke waktu semakin terasah kepekaannya, hal
itu diyakini  mampu mendengarkan pesan suci yang
menyembul lembut dari hati nurani. Sebuah pesan suci yang
menuntun nalar rasa dan pikiran kita  untuk senantiasa mewartakan kasih dan mengamalkan rasa sayang
kepada seluruh manusia.
> Selain itu, yang paling krusial saat ini, sudah waktunya
pemerintahan SBY Jilid II bersama para pejabat publik,
penegak hukum, dan wakil rakyat membaktikan diri menjadi
pelayan masyarakat lewat  kebijakan publik yang berperikemanusiaan, berkeadilan sosial, dan
beradab,  dengan mengacu pada tuntunan moral Pancasila,
khususnya pada sila kedua dan kelima.
>
> 24 November 2009.
> --------------------

Tidak ada komentar: